Kota-kota besar secara cermat perlu mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila kita berharap bahwa kota-kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa mendatang. Salah satunya adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan redistribusinya, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan konsep Green City (kota hijau) krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.
Kota dapat dimasukkan sebagai Green City, antara lain memiliki kriteria sebagai berikut:
- Pembangunan kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya
- Konsep Zero Waste (pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
- Konsep Zero Run-off (semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
- Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
- Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
- Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
- Bangunan Hijau
- Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau).
Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah serta keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan lingkungan hidup.
A. SMART GREEN CITY PLANNING
Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu:
Konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi.
Konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum.
Konsep kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
Konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku.
Konsep taman tadah hujan (rain garden).
B. PENDEKATAN KONSEP CPULS (CONTINOUS PRODUCTIVE URBAN LANDSCAPE)
Konsep penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive.
C. PENDEKATAN INTEGRATED TROPICAL CITY
Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi Urban Heat Island.
Bukan hal yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep khusus lainnya (Abu Dhabi dengan Urban Utopia nya atau Tianjin dengan Eco-city nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis.
Berikut Gambar Kerangkat Terbentuknya Konsep Integrated Tropical City: Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkugan lainnya.
Namun disamping kelebihannya, konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang, tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan, difungsikan meredam kebisingan. Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi ekologis yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan.
Green Plan atau dalam bahasa Indonesia adalah Perencanaan Hijau, ialah perencanaan dan perancangan kota/bangunan yang ramah lingkungan, yang bertujuan meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan tata kota yang lebih sensitif terhadap segala sesuatu yang hijau, seperti tanaman-tanaman. Upaya adaptasi dan mitigasi terhadap peubahan iklim, sejalan dengan maraknya isu lingkungan tentang Global Warming.
Tujuan dari perencanaan tersebut adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alami dan lingkungan buatan di perkotaan, serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.
Tujuan dari perencanaan tersebut adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alami dan lingkungan buatan di perkotaan, serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.
contoh penerapan kota hijau yang berhasil :
Amsterdam
Amsterdam yang merupakan ibukota dari Belanda merupakan kota terbesar di Belanda. Kota ini dihuni oleh sekitar 750.000 orang ini (bandingkan dengan Jakarta yang diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 9.72 juta jiwa).
Dengan penduduk yang kurang dari 10% penduduk Jakarta, Amsterdam berhasil menduduki peringkat 5 European Green City Index yang dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit yang melakukan indeksisasi tentang kota hijau di 30 kota di 30 negara di Eropa.
Pemerintah kota Amsterdam berhasil mengembangkan beberapa inovasi yang mendongkrak posisi kota ini menjadi 5 besar kota hijau di Eropa. Pada tulisan bagian 1 ini, saya akan mencoba mengembangkan tulisan ini tentang upaya pemerintah kota mengatasi masalah emisi CO2.
Emisi Karbondioksida (CO2)
Dampak dari perubahan iklim telah dirasakan oleh masyarakat global dunia, karena sifat dari perubahan iklim ini tidak hanya terkotak-kotak di suatu tempat. Dampak ini juga dirasakan oleh penduduk Amsterdam dan ini dibuktikan dengan dimana Amsterdam menduduki peringkat 12 dari total 30 kota di Eropa.
Pemerintah Amsterdam dewasa ini telah membuat target pengurangan emisi dengan mengurangi sebesar 40% emisinya pada tahun 2025 (berdasarkan tahun 1990), atau juga target ini berarti di angka 34% di tahun 2020 dan lebih tinggi dari target Uni Eropa dimana UE memasang angka 20% pengurangan emisi di tahun 2020.
Transportasi
Belanda yang terkenal sebagai negara di bawah laut tentunya mempunyai tata kelola air dan sistem drainase yang baik. Kanal yang berada di hampir segala titik kota dijadikan sebagai salah satu sarana untuk transportasi di Amsterdam. Kesan sungai yang sangat kotor yang kita jumpai hampir di semua pelosok kota-kota besar di Indonesia seakan terbantahkan ketika kita mencoba menggunakan transportasi air di Amsterdam. Jika di Jakarta Kali Ciliwung digunakan sebagai salah satu tempat ujicoba moda transportasi air tidak berhasil karena banyaknya sampah plastik yang mengganggu kerja dari baling-baling sehingga sering macet belum lagi masalah kualitas air yang bau dan sangat hitam.
CONTOH KOTA YANG TIDAK SEHAT/GAGAL DALAM PENERAPAN GREEN CITY :
Jakarta
Jakarta adalah kota dengan polusi udara tertinggi se Indonesia dan ke tiga di dunia. Kandungan partikel debu di udara Jakarta mencapai 104 mikrogram per meter kubik (tertinggi ke 9 dari 111 kota yang disurvey Bank Dunia pada 2004, sekarang angkanya mungkin melonjak). Padahal, kalau mengacu pada Uni Eropa, ambang batas partikel debu di udara yang bisa ditoleransi hanya 50 mikrogram per meter kubik. 57,8 % warga Jakarta menderita penyakit akibat polusi udara. Biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh warga Jakarta untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara pada 1998 adalah Rp. 1,8 triliun, dengan laju polusi udara yang meningkat drastis sejak 2011, diperkirakan pada 2015 biaya untuk mengobati penderita penyakit akibat polusi udara Jakarta akan mencapai 4,3 triliun!
SOLUSI UNTUK MENCIPTAKAN KOTA MENJADI SEHAT / GREEN CITY :
- Pembangunan kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya.
- Konsep Zero Waste (pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
- Konsep Zero Run-off (semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
- Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
- Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
- Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
- Bangunan Hijau
- Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau).
NAMA : ABDUL AZIZ GHIFFAR
NPM : 20314020
KELAS :2TB04
DOSEN : EDI SUTOMO